Senin, 13 Oktober 2014

Asal Mula Nama Gung Pinto

   Sejarah dan Asal Usul Nama Gung Pinto

gung pinto

   Gung Pinto atau biasa disebut kuta Gung Pinto merupakan sebuah desa yang dekat dengan pegunungan karena tempatnya berada di sekitaran lereng gunung sinabung. Suhu udara di desa ini sangatlah begitu sejuk atau dingin. Makanya jika ingin berkunjung ke desa ini, siapkan dulu selimut untuk menghindari rasa dingin tersebut.

   Masyarakat di desa ini sehari-harinya bekerja pergi ke ladang dengan bercocok tanam. Tanaman yang ditanam mulai dari tomat, kol, kentang, brokoli, kol bunga, arcis, ubi (gadung), ubi kayu, cabe, jeruk manis, dll.


gung pinto

   Baiklah sekarang mari kita simak sejarah terjadinya nama gung pinto menurut nenek moyang kita yang bercerita.
   Gungpinto punya sejarah//. Dahulu kala masyarakat khususnya di sekitaran lereng gunung sinabung sangatlah rukun bersahabat. Baik itu desa satu dengan desa yang lainnya, apalagi di dalam desa itu sendiri. Pada saat itu masyarakat sedang asiknya bekerja di ladang masing-masing, ada yang sedang menanam padi, ada juga yang memang lagi istirahat dikarenakan letihnya sehabis bekerja. Semua orang-orang disini memang pada saat itu merasa bahwa alam akan selalu seperti biasa baiknya. Dan satupun diantara mereka akan terjadi musibah yang sangat besar.

   Ada seseorang disana yang kesehariannya adalah sebagai pemusik ketika ada acara duka cita atau ketika ada acara persembahan sesaji. Ketika ada orang meninggal pun, maka tugasnya juga lah sebagai pemukul GONG yang ukurannya sangan lah besar dibanding dengan gong sekarang. Untuk berat gong itu, diharuskan mencapai 10 orang dewasa baru bisa gong itu terangkat. Sungguh lah sangat besar besar.

gung pinto
   Orang yang bekerja seperti itu biasa disebut Penggual. Maka disebut lah ia Penggual. Karena usianya pun sudah berlanjut dan tua maka nama itupun dilengkapi sebagai panggilannya adalah Bulang Penggual. Karena kelebihannya dalam memukul gong tidak diragukan lagi oleh masyarakan setempat maka diberilah baginya gong itu oleh masyarakat setempat. Bukanlah untuk nya namun ia lah yang menggunakan gong tersebut. Begitu kata masyarakat disana. Masyarakat lah yang punya gong besar itu, karena dalam pembuatannya pun dengan kerja sama antar semua masyarakat orang-orang banyak.

   Pada ketika itu Bulang Penggual mendapat tugas dari daerah sebrang (sekarang namana desa sigarang-garang) untuk menghadiri acara persembah-sembahan kepada gunung sinabung.Dengan tujuan agar padi yang mereka tanam dapat berbuah banyak, itulah tujuannya. Namun pada mulanya tidak diizinkan oleh masyarakat setempat Bulang Penggual membawa gong besar milik masyarakat itu ke tempat lain. Namun karena diminta terus dengan desakan gong besar untuk ditampilkan maka itu harus dipergunakan.


   Masyarakat disana pun sangat mencintai gong itu, hingga disuruhlah oleh ketua adat sebanyak 9 orang sebagai perwakilan membantu bulang penggual membawa gong kesana.

   Masyarakat yang berada disana belum menganut kepercayaan atau agama sehingga mereka pun mempersembahkan sesaji untuk sinabung termasuk juga bulang penggual yang dipanggil sebagai pemusik gong nya. Bulang penggual beserta kawan-kawan mengitari hutan menuju lokasi acara yakni menuju gunung sinabung yang memang dekat dengan puncak (leher sinabung).

  Namun ketika acara dilakukan,,,saat pukulan gong kedua kalinya dilakukan oleh bulang penggual. Suatu peristiwa yang mengejutkan terjadi dikala itu. Hingga orang-orang yang berada di acara itu semua berlarian untuk menjauh dari puncak termasuk 9 kawan bulang penggual. tapi tidak untuk bulang penggual. Ia lebih memilih bersama gong itu tanpa ada kawan-kawan yang menghiraukan ia. Ia pasrah. Dan ia meninggal disana (sungguh kecintaan bulang penggual kepada gong nya).

   Tapi apakah yang dialami masyarakat asal bulang penggual dan gong saat peristiwa itu ?


   Pada saat itu, terdengarlah oleh mereka suara gemuruh yang asalnya tidak jelas dari mana. Telusur demi telusur ternyata suara itu datang dari gunung sinabung (dalam bahasa karo deleng sinabung). Akibatnya semua kalangan baik itu orang tua yang sedang di ladang maupun yang memang berada di rumah mereka (rumah adat ) pada saat itu merasa takut dan resah. Apalagi dari kalangan anak-anak, mereka kebanyakan menangis mendengar suara itu.

   Orang-orang berlarian kesana-kemari untuk menjauh dari gunung sambil sesekali menatap gunung yang berada dibelakangnya. Ketakutan mereka tergambar akibat peristiwa itu seumur hidup mereka tidak pernah terjadi. Hingga seluruh masyarakat berlari ke suatu tempat di sana (kalo sekarang namanya juma reba). Mereka mengungsi disana, tanpa ada perbekalan sedikitpun, sampai mereka istirahat disana tanpa ada beras, nasi apalagi. Para kalangan anak-anak, sudah pasti banyak yang menangis akibat itu. Maka mereka memakan apa saja buah yang ada di hutan reba pada saat itu
.

   Di lain sisi ternyata pada malam itu, bukan cuma di reba saja tempat masyarakat mengungsi, namun ternyata di sebuat tempat yang tidak begitu jauh dari tempat asal namun terlindung dari penglihatan gunung, nama tempat itu adalah juma jonggeri. Masyarakat yang disanalah yang paling merasa takut dan was-was. Karena jaraknya juga tidak begitu jauh dari gunung dibandingkan dengan juma reba, mereka akan mendengan suara gemuruh gunung itu lebih besar dan dahsyat.

   Hingga pagi harinya, tak ada satupun diantara mereka yang tenang, buktinya para orang tua dari malam tadinya tidak ada yang istirahat, tidak ada yang tidur. Namun apa yang terjadi pada pagi yang datang ini ?

   Gunung sinabung terus menerus bergemuruh hingga terjadi gempa yang sangat dahsyat kekuatannya. Peristiwa itu disebut oleh masyarakat dengan sebutan "Linur Batu Karang" dalam bahasa indonesia adalah gempa batu karang.

  Dengan terjadinya gempa besar itu,maka membuat GONG yang bersama bulang penggual awalnya kesana jatuh berputar-putar mengitari hutan gunung (kerangen deleng). GONG terus menerus berputar cepat saat gempa itu masih terjadi. Berkisar sekitar waktu singkat ( sekitar 15 menit) gempa pun berhenti. Tidak ada lagi suara gemuruh dan suara-suara yang menakutkan.

   Semua masyarakan menjadi tenang kembali. Beserta aktifitas sudah menjadi seperti biasa dan kembali ke kampung halaman dari tempat pengungsian. Namun disisi lain, masyarakat menjadi risau setelah tahu  bulang penggual tidak ikut bersama 9 kawannya termasuk gong yang ia cintai. Mereka meyakini bahwa bulang penggual sudah tewas disana.

   Dimanakah GONG milik masyarak itu jatuhnya ?

  
Ketika itu, ada seorang pemuda dari kalangan masyarakat setempat (pemuda dari kampung yang punya GONG) berkunjung ke kampung seberang (nama kampung itu sekarang Ndeskati). Tanpa disengaja ia melihat sebuah gong disana. Dan menurut pemuda itu sangat mirip sekali dengan gong milik masyarakat kampungnya tapi ukurannya semakin kecil dari aslinya (pemuda itu beranggapan bahwa akibat gulingan-gulingan putaran jatuhnya maka ukuran gong pun menjadi kecil).

   Hingga ia memberi tahu kepada masyarakatnya bahwa gong iu berada di kampung seberang. Maka semua masyarakat dikerahkan kesana untuk memastikan apakan itu benar. Dan nyatanya memang benar, sebuang tanda goresan yang tercap di sisi gong menguatkan masyarakat itu miliknya. Mulanya masyarakat meminta dengan baik-baik gong itu, namun tidak membuahkan hasil. Masyarakan disana melarangnya. Karena setiap hari masyarakat punya gong selalu meminta dan meminta gong itu kembali dan tidak membuahkan hasil juga..


   Disitulah tercipta sebuah nama kampung awalnya yakni :
   GUNG  (bahasa karo) berarti gong yang dimaksud.
   PINDO (bahasa karo) berarti meminta
Jadi mulanya diberi naman GUNG PINDO...
Tapi masyarakan disana lebih sering mengucapkan dengan kata lain yakni : GUNG PINTO..
Resmilah nama itu tercipta.

Demikianlah cerita asal mula terjadinya nama Gung Pinto ini. Bila ada kekurangan dalam cerita ini dapat memberi komentar dibawah.

Terima kasih.
Bujur Men Banta kerina.



  

  

Template by : gungpinto gungpinto.blogspot.com